Minggu, 30 Januari 2011

KISAH SUKSES FADEL MUHAMMAD


 FADEL MUHAMMAD
STRATEGI YANG BAIK MAMPU MENCIPTAKAN PASAR BISNIS

Modal Fadel dalam berusaha adalah haqqul yakin, keyakinan kuat. Tantangan itu bukan hambatan, kalau dihadapi dengan ulet dan tekun, serta kerja keras, tidak ada masalah. Selalu ada problem solving. Salah satu yang paling tidak disukai Fadel adalah, bila ada temannya yang tidak mau berusaha mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya sendiri atau problem yang dihadapi bersama. “Allah tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang itu sendiri tidak berusaha merubahnya,” (Fadel Muhammad).
Fadel selalu berfikir, kalau orang lain bisa kenapa kita tidak. Ia memang punya watak selalu ingin maju. Sebagai contoh, ketika Bukaka membuat mesin asphalt sprayer (aspal semprot). Percobaan-percobaan di bengkel Bukaka itu selalu gagal. Hasil yang keluar dari mesin adalah bubur, bukan aspal. Fadel penasaran. Mesin yang dikerjakan berhari-hari itu dibongkar. Lalu ketahuan bahwa komponen magnet dan motornya nggak jalan. Begitu komponennya diganti, bagus hasilnya. Bagi Fadel dkk, selama masih bisa dicoba nggak ada kata menyerah.
Fadel berprinsip “Man jadda wa jadda” siapa yang berusaha akan berhasil juga akhirnya. Tetapi semua itu ada batasnya. Kalau semua cara sudah dicoba, masih mentok juga, apa boleh buat, tidak perlu kecewa, Tawakal kepada Allah SWT, ujar Fadel yang menunaikan hajinya tahun 1989.
Keberhasilan seseorang menurut Fadel, disamping kerja keras dan terus menerus, sangat tergantung pada, pertama, kemampuan diri sendiri. Kedua, kesempatan untuk mengembangkan diri. Ketika, strategi untuk mencapai keberhasilan.
Menurut Fadel, setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pengusaha. Yang penting, asal mau berusaha mengasah potensi itu. Tetapi tidak setiap orang berpotensi, mendapatkan kesempatan mengembangkan potensinya. Untuk mendapatkan kesempatan ini, jelas dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan, apakah seseorang akan menjadi ‘risk taker’ (pengambil risiko), atau ‘risk orderer’ (pengatur risiko).
Perbedaan yang tajam antara kedua tipe pengusaha ini adalah: Seorang risk – taker cenderung untuk berspekulasi. Tanpa memperhitungkan secara cermat, ia mencoba setiap kemungkingan. Seorang risk-orderer akan memperhitungkan risiko terkecil sekalipun, terhadap rencana-rencananya. Sesuai dengan prinsip dasar ekonomi.
Menurut Fadel kesuksesan seseorang tergantung pada kemauannya yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi, dan kemampuannya menghitung risiko. Kemauan akan mendorong kegigihan untuk berusaha. Hal ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh empat hal yaitu, Pertama, Orang tua, terutama ibu sebagai pendidik masa awal. Kedua, pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan agama. Ketiga, lingkungan, dan keberuntungan atas kemampuan membaca kesempatan, Keempat
Rasa percaya diri menurut Fadel, dipengaruhi oleh diberikannya kesempatan untuk maju, sehingga menyadari potensi diri yang sebenarnya. Sedangkan kemampuan menghitung risiko dipengaruhi oleh:
a. Tingkat kesabaran usaha yang tinggi
b. Perenungan yang mendalam, sehingga ide itu dapat mengkristal dalam pikiran. Jangan cepat bosanlah.

Syarat-syarat di atas merupakan persiapan mental seorang pengusaha pemula untuk mencapai kematangan. Untuk itu harus ada tiga fase yang dilalui yaitu:
1. Fase New Venture (awal) – tingkatan penemuan ide dan pelaksanaan ide itu sendiri.
2. Fase Puberty – Masa pencarian identitas usaha yang mampan
3. Fase Mature (propesional) – Sudah matang dan mampu mendatangkan keuntungan.

Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui secara berurutan. Tidak boleh melompat-lompat. Falsafah utamanya adalah: “Jangan dulu memperbesar usaha, sebelum dasar usaha – yang menjadi tulang punggung perusahaan – diperkuat. Maka jangan heran kalau pabrik Bukaka sampai sekarang tidak nampak mentereng. Sebab yang dipentingkan adalah kekuatan pabrik itu sendiri, baik peralatannya yang lengkap maupun sumber daya manusianya,” tutur Fadel.
Kini, Fadel telah mencapai sukses. Ia mampu menafkahi ibu dan saudara-saudaranya, setelah ayahnya meninggal tahun 1988. ia pun sudah memiliki keluarga yang sejahtera. Apalagi yang ia cita-citakan? “Saya ingin mempekerjakan lebih banyak orang. Ingin membagi keberhasilan ini kepada orang lain. Disamping itu, saya ingin agar “Today is better than yesterday” hari ini lebih baik dari hari kemarin,” ujarnya.
Fadel memang punya nilai di mata bangsa kita. Dengan modal rasa percaya diri yang kuat plus semangat yanga keras, Fadel menjadi salah seorang Putra Indonesia yang mampu menjadi kebanggaan bangsanya.

KISAH SUKSES SURYA PALOH


 SURYA PALOH
SUKSES ANAK KOLONG DALAM BISNIS MEDIA

Surya Paloh, 40 tahun, lahir di Tanah Rencong, di daerah yang tak pernah dijajah Belanda. Ia besar di kota Pematang Siantar, Sumut, di daerah yang memunculkan tokoh-tokoh besar semacam TB Simatupang, Adam Malik, Parada Harahap, A.M. Sipahutar, Harun Nasution. Ia menjadi pengusaha di kota Medan, daerah yang membesarkan tokoh PNI dan tokoh bisnis TD Pardede. Aktifitas politiknya yang menyebabkan Surya Paloh pindah ke Jakarta, menjadi anggota MPR dua periode. Justru di kota metropolitan ini, kemudian Surya Paloh terkenal sebagai seorang pengusaha muda Indonesia.
Surya Paloh mengenal dunia bisnis tatkala ia masih Remaja. Sambil Sekolah ia berdagang teh, ikan asin, karung goni, dll. Ia membelinya dari dua orang ‘toke’ sahabat yang sekaligus gurunya dalam dunia usaha, lalu dijual ke beberapa kedai kecil atau ke perkebunan (PTP-PTP). Di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil. Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumater Utara, Medan. Di kota yang terkenal keras dan semrawut ini, keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari kota Pematang Siantar, semakin tumbuh subur dalam dirinya. Situasi pada saat itu, memang mengarahkan mereka aktif dalam organisasi massa yang sama-sama menentang kebijakan salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)
Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).
Kesadarannya bahwa dalam kegiatan politik harus ada uang sebagai biaya hidup dan biaya perjuangan, menyebabkan ia harus bekerja keras mencari uang, dengan mendirikan perusahaan atau menjual berbagai jenis jasa. Ia mendirikan perusahaan jasa boga, yang belakangan dikenal sebagai perusahaan catering terbesar di Indonesia. Keberhasilannya sebagai pengusaha jasa boga, menyebabkan ia lebih giat belajar menambah ilmu dan pengalaman, sekaligus meningkatkan aktifitasnya di organisasi.
Menyusuri kesuksesan itu, ia melihat peluang di bidang usaha penerbitan pers. Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas. Koran yang dicetak berwarna ini, laku keras. Akrab dengan pembacanya yang begitu luas sampai ke daerah-daerah. Sayang, surat kabar harian itu tidak berumur panjang, keburu di cabut SIUPP-nya oleh pemerintah. Isinya dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Indonesia.
Kendati bidang usaha penerbitan pers mempunyai risiko tinggi, bagi Surya Paloh, bidang itu tetap merupakan lahan bisnis yang menarik. Ia memohon SIUPP baru, namun, setelah dua tahun tak juga keluar. Minatnya di bisnis pers tak bisa dihalangi, ia pun kerjasama dengan Achmad Taufik Menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, Surya Paloh bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia. Atas persetujuan Yously sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh memboyong Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk logo surat kabar ini dibuat seperti Almarhum Prioritas. Kemajuan koran ini, menyebabkan Surya Paloh makin bersemangat untuk melakukan ekspansi ke berbagai media di daerah. Disamping Media Indonesia dan Vista yang terbit di Jakarta, Surya Paloh bekerjasama menerbitkan sepuluh penerbitan di daerah.
Pada umurnya yang masih muda, 33 tahun, Surya Paloh berani mempercayakan bisnis cateringnya pada manajer yang memang disiapkannya. Pasar catering sudah dikuasainya, dan ia menjadi the best di bisnis itu. Lalu, ia mencari tantangan baru, masuk ke bisnis pers. Padahal, bisnis pers adalah dunia yang tidak diketahuinya sebelum itu. Kewartawanan juga bukan profesinya, tetapi ia berani memasuki dunia ini, memasuki pasar yang kelihatannya sudah jenuh. Ia bersaing dengan Penerbit Gramedia Group yang dipimpin oleh Yakob Utama, wartawan senior. Ia berhadapan dengan Kartini Grup yang sudah puluhan tahun memasuki bisnis penerbitan. Ia tidak segan pada Pos Kota Group yang diotaki Harmoko, mantan Menpen RI. Bahkan, ia tidak takut pada Grafisi Group yang di-back up oleh pengusaha terkenal Ir. Ciputra, bos Jaya Group.
Kendati kondisi pasar pers begitu ramai dengan persaingan. Surya Paloh sedikit pun tak bergeming. Bahkan ia berani mempertaruhkan modal dalam jumlah relatif besar, dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang tak biasa dilakukan oleh pengusaha terdahulu. Dengan mencetak berwarna misalnya. Ia berani menghadapi risiko rugi atau bangkrut. Ia sangat kreatif dan inovatif. Dan, ia berhasil.
Surya Paloh menghadirkan koran Proritas di pentas pers nasional dengan beberapa keunggulan. Pertama, halaman pertama dan halaman terakhir di cetak berwarna. Kedua, pengungkapan informasi kelihatan menarik dan berani. Ketika, foto yang disajikan dikerjakan dengan serius. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan koran ini dalam waktu singkat, berhasil mencapai sirkulasi lebih 100 ribu eksemplar. Tidak sampai setahun, break event point-nya sudah tercapai.
Ancaman yang selalu menghantui Prioritas justru bukan karena kebangkrutan, tetapi pencabutan SIUPP oleh pemerintah. Terbukti kemudian, ancaman itu datang juga. Koran Prioritasnya mati dalam usia yang terlalu muda. Pemberitaannya dianggap kasar dan telanjang. Inilah risiko terberat yang pernah dialami Surya Paloh. Ia tidak hanya kehilangan sumber uang, tetapi ia juga harus memikirkan pembayaran utang investasi.
Dalam suasana yang sangat sulit itu, ia tidak putus asa. Ia berusaha membayar gaji semua karyawan Prioritas, sambil menyusun permohonan SIUPP baru dari pemerintah. Namun permohonan itu tidak dikabulkan pemerintah. Beberapa wartawan yang masih sabar, tidak mau pindah ke tempat lain, dikirim Surya Paloh ke berbagai lembaga manajemen untuk belajar.
Pers memang memiliki kekuatan, di negara barat, ia dikenal sebagai lembaga keempat setelah legislatif, yudikatif dan eksekutif. Apalagi kebesaran tokoh-tokoh dari berbagai disiplin ilmu atau tokoh-tokoh dalam masyarakat, sering karena peranan pers yang mempublikasikan mereka. Bagaimana seorang tokoh diakui oleh kalangan masyarakat secara luas, kalau ia di boikot oleh pers. Dengan demikian, bisnis pers memang prestisius, memberi kebanggaan, memberi kekuatan dan kekuasaan. Dan, itulah bisnis Surya Paloh.

KISAH SUKSES MARIMUTU SINIVASAN ( PERUSAHAAN TEXMACO )


MARIMUTU SINIVASAN ( PERUSAHAAN TEXMACO )
Marimutu Sinivasan lahir di Medan, Sumatra Utara, 17 Desember 1937. Di kota itulah pria keturunan Tamil India ini menempuh pendidikan dasar hingga universitas. Tetapi, ia tidak lama duduk di bangku kuliah Universitas Islam Sumatra Utara, karena keburu bekerja di sebuah perusahaan perkebunan. Tidak lama di sana, kemudian ia terjun ke dunia bisnis. "Saya merasa tidak cocok jadi pegawai," katanya.
Kakek enam cucu ini mulai berbisnis tekstil pada 1958. Dua tahun kemudian ia pindah ke Jakarta. Pada 1962 ia membuka pabrik pembuatan polekat--bahan sarung--yang pertama di Jakarta. Kemudian pada 1967 ia bisa mendirikan perusahaan batik dan selanjutnya membuka pabrik penyelupan. Pada 1972, Sinivasan membeli pabrik batik di Batu, Jawa Timur.
Pada 1977 ia membangun pabrik poliester di Semarang, selanjutnya pada 1985-1986 ia membangun pabrik polimer lagi. Setahun berikutnya, ia membangun pabrik garmen di Ungaran-- sekarang dikelola adiknya, Marimutu Manimaren. Kawasan pabrik Texmaco seluas 1.000 hektare di Subang, Jawa Barat, lengkap dengan sekolah politeknik mesin, diresmikan oleh menteri perindustrian waktu itu, Ir. Hartarto. Di Serang pulalah pabrik alat berat dan mesin Texmaco dipusatkan. Salah satu produknya, truk Perkasa, dipesan 800 unit oleh TNI. Di Karawang, sebelah timur Jakarta, Texmaco juga membangun kompleks pabrik tekstil seluas 250-an hektare. Produk tekstilnya, merek Simfoni dan Texana, dikenal luas, selain untuk kebutuhan dalam negeri juga banyak dipesan beberapa perusahaan terkenal, seperti Mark & Spencer dari Inggris atau Tomy Helfinger dari Amerika Serikat.
Sinivasan memang termasuk salah seorang pengusaha nasional yang sangat sukses. Penggemar membaca ini masih menempati rumah kontrakan di Jalan Pasuruan 4 Menteng, Jakarta Pusat. Rumah bertingkat dua itu ditinggalinya bersama istrinya. Sementara itu, rumahnya sendiri di Jalan Tulungagung, tak jauh dari rumah kontrakannya, tidak ditempati. Tidak jelas apa alasannya. Di garasi rumah yang lumayan besar itu, terparkir tiga Mercedez Benz tipe 300 E dan satu BWM seri 740 iL. Sinivasan lebih suka mengendarai Volvo 960 hitam nomor B1142NO ketimbang empat mobil lainnya itu.
Ada kebiasaan menarik dari keseharian Sinivasan: ia harus tidur minimal enam jam sehari. "Kalau kurang tidur, konsentrasi saya menurun," katanya. Rupanya, kebiasaan itu sudah "bawaan" sejak remaja. Bahkan, dulu lebih dahsyat lagi. Lelaki yang kini memimpin 30-an perusahaan ini biasa tidur sampai delapan jam sehari. Toh, ia tidak pernah kekurangan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Kuncinya adalah memanfaatkan jam kerja sebaik mungkin," katanya. Pukul 7.30, ia sudah asyik di ruang kerja dan baru pulang setelah larut malam.
Berbagai predikat negatif sudah diberikan kepadanya. Sebut saja pengusaha hitam, pengusaha edan, tukang suap, kriminal, pendiri pabrik rongsokan, dan sebagainya. Tapi, Marimutu Sinivasan, CEO Texmaco Group tampak tetap tegar. Dia tidak terlalu ambil pusing atas berbagai penilaian itu. Karena dia merasa apa yang dia buat adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Sinivasan berobsesi membangun industri enjiniring demi kemajuan bangsa dan negara. Pengusaha yang tak sempat main golf dan tenis ini yakin, suatu saat, bisnis enjiniring yang dibangunnya akan menjadi andalan.
Industri enjiniring, khususnya otomotif di tanah Air adalah killing field. Manakala Indonesia ingin membangun industri otomotif nasional selalu dibantai. Seperti halnya sedan Timor yang sempat menurunkan harga mobil, tapi dibantai kiri-kanan. Meski ladang pembantaian, Sinivasan tak surut. Jika Jepang dan Korsel mampu mandiri dalam bidang industri barang modal dan otomotif, Indonesia juga bisa. Indonesia tak perlu inferior. “Bung Karno bilang, kita bukan bangsa tempe, dan saya ingin mewujudkan kebenaran pandangan itu,“ ujar ayah enam anak yang merintis usaha dari nol sejak 39 tahun silam.Tanpa tedeng aling-aling, pengusaha yang tetap tampak energik itu menanggapi berbagai penilaian buruk kepadanya.
Utang Texmaco yang berjumlah Rp 16,5 triliun itu, awalnya sekitar Rp 7 triliun. Karena pinjaman diperoleh dalam dolar pada kurs Rp 2.400 per dolar AS. Waktu itu, bunga pinjaman dolar sekitar 11 persen, sedang rupiah sekitar 22 persen.
Ketika terjadi krisis ekonomi, sebagian pinjaman dolar ditukar pada kurs Rp 10.000 dan Rp 12.000 oleh bank kreditor. Dengan melemahnya nilai rupiah, maka utang Texmaco membengkak menjadi Rp 16,5 triliun. Kredit itu berjangka waktu 7-8 tahun. Tapi, konsultan, yang ditunjuk oleh BPPN, menilai bahwa kredit ini dapat dibayar kembali dalam waktu 11 tahun. Acuan restruksturisasi adalah cash flow perusahaan. Semua aset Texmaco sudah diserahkan ke BPPN.
Marimutu merasa heran kenapa ada yang mengaku pengamat ekonomi terlalu memandang negatif terhadap Texmaco. Namun dia mengagumi ekonom senior seperti Sumitro Djojohadikusum, Mohammad Sadli, Frans Seda, dan Emil Salim. Karena komentar mereka tentang suatu masalah ekonomi bersih dari unsur kepentingan. Kedekatan dengan Pak Harto dan BJ Habibie. Bahkan bisa merebut simpati Gus Dur dan Megawati. Marimutu tidak merasa ada perlakuan khusus dari para pemimpin itu. “Kalau saya diberi hak monopoli, kemudahan mendapat dana, pembebasan dari proses hukum, dan sebagainya, itu baru namanya perlakuan khusus,” katanya. Tapi, silakan teliti,mana ada bisnis tekstil yang monopoli? Begitu memasuki bisnis enjiniring, apakah Texmaco meminta hak monopoli? “Kami memasuki bisnis dengan kesadaran penuh untuk menghadapi persaingan dan pasar bebas,” ujarnya. Mengenai kedekatan dengan Soeharto? Apakah Texmaco mendapat hak monopoli selama 32 tahun seperti sejumlah perusahaan milik konglomerat tertentu?
“Saya mendapatkan kredit lewat prosedur biasa. Tidak ada unsur KKN dalam proses mendapatkan kredit. Toh, selain dari Bank domestik, Texmaco mendapat pinjaman sekitar 1,3 miliar dollar AS dari lembaga keuangan asing. Pinjaman dari lembaga keuangan asing itu tak bisa diperoleh dengan KKN, tapi berdasarkan pertimbangan bisnis murni,” tegasnya. Sebelum krisis, 1997, Texmaco sudah menjadi nasabah BNI selama lebih dari 30 tahun. Selama kurun waktu itu, tidak pernah terjadi default pembayaran bunga maupun angsuran. Bahkan Texmaco membayar kembali 500 juta dollar AS kreditnya kepada BNI dan BRI. Setelah pengembalian uang tersebut, Texmaco memasuki bidang enjiniring dengan mengajukan 1 miliar dolar AS kredit untuk enjiniring dari BNI, BRI dan beberapa bank lainnya dalam suatu konsorsium. Permohonan itu disetujui karena track-record Texmaco dinilai patut dan layak menerima kredit tersebut.
Texmaco hanya mendapatkan penjadwalan ulang. Itu wajar, karena sesuai dengan skala usaha Texmaco dan hasil due diligence pihak ketiga . Lagi pula, sebelum krisis, Texmaco mendapat grace period sekitar dua tahun dan pembayaran kembali 5-6 tahun. Selain itu, pemerintah kini menguasai 70 persen Texmaco (Newco). Pihak BPPN sudah menjelaskan, porsi kepemilikan 70 – 30 persen di Newco di maksudkan untuk memberikan voting rights kepada pemerintah dalam mengamankan aset-aset Texmaco. Dengan menguasai mayoritas, maka tak ada penjualan aset Texmaco yang diluar persetujuan BPPN. Pola restrukturisasi utang Texmaco lebih tepat disebut rescheduling atau penjadwalan ulang. Bukan debt to equity swap. Dan itu sangat wajar, mengingat krisis ekonomi yang begitu dalam – yang antara lain disebabkan oleh kebijakan pemerintah – melipatgandakan jumlah utang. Dengan penjadwalan ulang, utang tetap utang, dan untuk melunasi utang itu diterbitkan exchangeable bonds.
Kwik Kian Gie saat menjabat Menko Ekuin pernah menudingnya dengan kata pengusaha hitam. Marimutu menanggapinya dingin. Menurutnya, kata pengusaha hitam itu lebih berkonotasi rasial. “Apa karena kulit saya ini hitam, maka dibilang pengusaha hitam? Mereka kerap menyebut saya pengusaha keturunan India. Padahal, saya sudah generasi ketiga di Indonesia dan sungguh-sungguh merasa sebagai orang Indonesia. tak mode lagi kita bicara soal SARA. Pengusaha hitam dalam arti moral, saya tak mengerti. Karena kita tak bisa dengan mudah menilai moral seorang, apalagi hanya berdasarkan isu,” katanya.
Texmaco dinilai piawai dalam melobi sehingga selalu survive dalam setiap rezim, mulai dari rezim Soeharto, Habibie, Gus Dur hingga Megawati.
“Kalau kami jago melobi, maka takkan ada pers yang ngerjain Texmaco. Saya akan melobi konglomerat pers, Jakob Oetama, dan para pimpinan media massa terkemuka di negeri ini,” kata Sinivasan. Dia pun mengingatkan kata-kata Goobels, menteri penerangan dan propaganda masa Hitler. Goobels bilang, kebohongan yang digulirkan terus menerus, suatu saat, akan dirasakan sebagai kebenaran. Begitu juga berita bohong tentang Texmaco.
Pabrik enjiniring Texmaco dibilang barang rongsokan. Stir dan rem truk Perkasa diisukan berkualitas jelek. Mereka tak paham atau pura-pura tak paham bahwa truk Perkasa menggunakan rem angin atau air brakes dan stirnya sudah menggunakan power steering, dan semua mengunakan lisensi dari jerman dan Inggris. Truk Perkasa sudah masuk kategori Euro I dilihat dari emisi gasnya, dan pada tahun depan menjadi Euro II. Banyak truk dan kendaraan di Indonesia saat ini masih belum masuk Euro I dalam hal polusinya.
“Mereka menyebut saya tukang suap. Ada juga berita yang menyebutkan, Rizal Ramli itu konsultan Texmaco dan Taufik Kiemas pernah menjadi komisaris Texmaco. Sejumlah media terus-menerus menghembus isu pengusaha hitam. Malah sebuah majalah berita mingguan dalam opininya menyatakan, Sinivasan adalah kriminal. Perlu ada poster ‘wanted’ lengkap dengan foto yang disebarkan ke seluruh pelosok negeri.
Opini media itu menyatakan saya tak kooperatif. Padahal, tak pernah satu kalipun saya menolak panggilan Kejakgung. Dan saya juga tak meminta pengampunan utang. Utang bukan dosa, dan kami bersedia membayar semua utang itu. Itu semua adalah trial by the press yang dilakukan dengan sistematis oleh pers yang berkolaborasi dengan kelompok kepentingan tertentu yang menghendaki Texmaco hancur. Sejak muda, saya sangat terkesan dengan pemikiran para founding father kita. Bung Karno berupaya membangkitkan harga diri bangsa dengan menancapkan pandangan bahwa “ kita bukan bangsa tempe “. Bung Hatta menekankan pentingnya upaya meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat, antara lain, lewat koperasi. Sedang Bung Sjahrir mengemukakan pentingnya industrialisasi, modernisasi, dan mekanisasi mulai dari desa-desa. Saya berupaya melaksanakan gagasan para founding father dengan mengembangkan intellectual capital serta membangun industri engeneering terpadu. Saat ini, ada sekitar 3.000 sarjana yang bekerja di Texmaco. Para sarjana itu mampu mendesain, membuat mesin-mesin yang digerakkan oleh komputer yang seluruh produk elektroniknya dirancang dan dibangun di Indonesia. Mereka bisa membuat 80 persen mesin industri otomotif, traktor, diesel, transmisi, industri tekstil, alat-alat industri baja dan sebagainya. Semua itu dikerjakan putra Indonesia. Mungkin hanya sekitar 20 persen komponen yang masih diimpor.
Berapa besar aset intelektual yang sudah diciptakan Texmaco? Mereka mampu membuat mesin tekstil, mesin perkakas berstandar dunia, dan rancang bangun. Kini mereka juga mulai membuat aneka mesin, komponen otomotif, motor, traktor, truk, hingga mobil penumpang. Inilah intangible assets atau aset maya yang tak ternilai harganya.

KISAH SUKSES JACOB OETAMA CEO Kompas – Gramedia


JACOB OETAMA   CEO Kompas – Gramedia

Jakob Oetama, Pemimpin Umum Harian Kompas dan Chief Executive Kelompok Kompas-Gramedia, melampiaskan keharuannya pada saat Universitas Gadjah Mada, Kamis, 17 April 2003, secara resmi memberinya anugerah kehormatan berupa gelar Doktor Honoris Causa di bidang komunikasi. Dia adalah salah satu raksasa jurnalis di negeri ini yang menawarkan jurnalisme damai dan berhasil membuka horizon pers yang benar-benar modern, bertanggung jawab, non-partisan, dan memiliki perspektif jauh ke depan. Bulir air mata perlahan menetes di pipi tuanya yang mengeriput. Suaranya yang semula berat dan membahana di seisi ruangan, kontan berubah serak dan parau. Laki-laki tua yang siang itu berdiri di podium terhormat, tak lagi kuasa menahan rasa haru yang luar biasa. Dia menangis.
Jakob Oetama, laki-laki tua itu, Pemimpin Umum Harian Kompas dan Chief Executive Kelompok Kompas-Gramedia, melampiaskan keharuannya. Pada saat Universitas Gadjah Mada, Kamis, 17 April 2003, secara resmi memberinya anugerah kehormatan berupa gelar Doktor Honoris Causa di bidang komunikasi. Dalam pidato promosi untuk memperoleh gelar doktor honoris causa (HC) itu, ia mengemukakan bahwa pencarian makna berita serta penyajian makna berita semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media massa saat ini dan di masa depan. Jurnalisme dengan pemaknaan itulah yang diperlukan bangsa sebagai penunjuk jalan bagi penyelesaian persoalan-persoalan genting bangsa ini.
Jakob Oetama adalah penerima doktor honoris causa ke- 18-yang dianugerahkan UGM-setelah pekan lalu gelar yang sama dianugerahkan UGM kepada Kepala Negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah. Promotor Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto dalam penilaiannya menyatakan, jasa dan karya Jakob Oetama dalam bidang jurnalisme pada hakikatnya merefleksikan jasa dan karyanya yang luar biasa dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan. Ia juga telah memberikan pengaruh tertentu kepada kehidupan pers di Indonesia. Dalam pertimbangannya, UGM menilai Jacob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu "kultur jurnalisme yang khas", wawasan jurnalistik yang berlandaskan filsafat politik tertentu. Kultur jurnalisme itu telah menjadi referensi bagi kehidupan jurnalisme di Indonesia. "Promovendus juga dipandang telah berhasil menggunakan pers sebagai wahana mengamalkan pilar-pilar humanisme transedental melalui kebijakan pemberitaan yang memberikan perhatian sentral pada masalah, aspirasi, hasrat, keagungan dan kehinaan manusia dan kemanusiaan,'' papar Rektor. Salah satu "kultur jurnalisme yang khas" yang dikembangkan promovendus adalah "jurnalisme damai". Jurnalisme damai merupakan proses penciptaan kultur jurnalisme baru, yang memungkinkan pers bertahan di tengah-tengah konfigurasi politik otoriter. Di bawah kepemimpinan Jacob Oetama telah terjadi metamorfosis pers dari pers yang sektarian menjadi media massa yang merefleksikan inclusive democracy. Promovendus juga telah meletakkan nilai yang menempatkan manusia dan kemanusiaan pada posisi sentral pemberitaan. Nilai yang dimaksud menjadi acuan para insan pers dalam mengumpulkan fakta, menulis berita, menyunting, serta menyiarkan berita. Berkaitan dengan itu, sejumlah tokoh nasional menilai Jakob pantas menerima gelar doktor honoris causa (kehormatan) di bidang jurnalisme dari UGM tersebut. "Penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada Jakob sangat tepat. Sebab, dia adalah salah satu raksasa jurnalis di negeri ini yang berhasil membuka horizon pers yang benar-benar modern, bertanggung jawab, nonpartisan, dan memiliki perspektif jauh ke depan," ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais seusai mengikuti upacara penganugerahan doktor honoris causa di Balairung UGM. Sastrawan Taufik Ismail yang juga hadir menyatakan, "Ini sebuah penghargaan bagi seorang tokoh pers atas jasanya selama 4-5 dasawarsa mengembangkan jurnalisme yang damai namun berkarakter," katanya. Pengamat pers Ashadi Siregar mengatakan, penganugerahan gelar doktor honoris causa kepada Jakob sudah sepantasnya diberikan. Ia dinilai berhasil mempertahankan sekaligus mengembangkan eksistensi pers di tengah lingkungan politik Orde Baru yang menekan. "Itu sebuah prestasi. Saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan promotor Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto," tutur Siregar. Mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Sofyan Lubis menyatakan senang karena Jakob memperoleh penghargaan dari perguruan tinggi ternama. Lubis juga sependapat bahwa itu pantas diberikan kepada Jakob, mengingat perjuangannya selama ini. "Banyak pembaruan yang bermanfaat yang dikerjakan Pak Jakob bagi kegiatan wartawan dalam mengembangkan peranan pers nasional, dengan tetap mengembangkan semangat kebangsaan saat itu. Dia itu saya lihat konsisten dan dia jadi contoh bagi yang lain," kata Lubis menambahkan.
Jacob sendiri menyatakan, penganugerahan doktor honoris causa merupakan kehormatan yang ia terima dengan sikap tahu diri. Ia menilai banyak tokoh pers yang lebih pantas untuk mendapat kehormatan seperti itu. Di akhir pidatonya setebal 21 halaman, dengan tulus dan penuh keharuan, pendiri dan pimpinan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) ini, mempersembahkan gelar terhormat itu kepada rekan-rekannya di dunia pers. "Kehormatan besar yang dianugerahkan oleh Universitas Gadjah Mada kepada saya, untuk merekalah kehormatan itu saya persembahkan," kata Jacob yang begitu terharu ketika menyebutkan rekan-rekan tokoh pers, seperti Rosihan Anwar, PK Ojong, Herawati Diah, Tuty Aziz, Wonohito, Hetami, Sakti Alamsyah, Rorimpandey, Manuhua, dan Mochtar Lubis. "Kepada rekan dan sahabat saya Manuhua yang sedang sakit di Makassar, tokoh kebebasan pers Indonesia Bung Mochtar Lubis, saya sampaikan hormat dan rasa syukur saya. Kehormatan besar yang dianugerahkan oleh Universitas Gadjah Mada kepada saya, untuk merekalah kehormatan itu saya persembahkan,'' tuturnya. Jacob Oetama, pantas untuk terharu sekaligus bangga. Gelar kehormatan yang diraihnya tersebut, sekaligus juga merupakan penghargaan bagi kegigihan dan keuletan para insan pers di negeri ini dalam memperjuangkan demokrasi, seperti juga yang telah dan masih dilakukannya. Melalui jurnalisme khas tersebut, Jacob secara konsisten dinilai telah menunjukkan bahwa misi jurnalisme bukan hanya sekadar menyampaikan informasi kepada pembaca, tetapi lebih dari itu misi pokoknya adalah untuk mendidik dan mencerahkan hati nurani anak bangsa. Jacob bahkan menanggalkan gaya jurnalismenya yang khas itu dengan nama ''jurnalisme makna.'' Dengan gaya jurnalisme makna tersebut, Jakob dengan Harian Kompas-nya dinilai secara konsisten telah berupaya menyadarkan hati nurani para pembaca tentang perlunya bangsa ini menghapuskan nilai-nilai primordial dalam hubungan antarmanusia dan antarkelompok, menanamkan etika dan moral demokrasi serta keadilan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto, yang bertindak selaku promotor penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa itu, menyatakan, pemberian gelar kehormatan itu merupakan prakarsa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM, yang akhirnya disetujui oleh Majelis Guru Besar UGM dalam rapatnya 23 Januari 2003. Tim Seleksi Penerima Gelar Doktor Kehormatan, kata Prof Moeljarto, telah melakukan kajian secara saksama atas karya-karya Jacob Oetama selama ini sebagaimana yang terhimpun dalam beberapa buku seperti Suara Nurani, Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan, Pers Indonesia, Dunia Usaha dan Etika Bisnis, Persepektif Pers Indonesia, dan berbagai kearifan yang telah ditunjukkannya dalam kehidupan profesional di bidang pers.
Tim yang diketuai Prof Moeljarto, beranggotakan Prof Dr Sofian Effendi, Prof Dr Bambang Sudibyo MBA, Prof Dr Kunto Wibisono, Prof Dr Sunyoto Usman, dan Prof Dr Siti Chamamah Soeratno.
Jacob Oetama lahir di Borobudur, 27 September 1931. Setelah lulus Guru Sejarah B-1 (1956), lalu melanjutkan studi di Jurusan Jurnalisme Akademi Jurnalistik Jakarta dan lulus tahun 1959. Pendidikan terakhir mantan guru sejarah SLTP dan SMU di Jakarta itu di Jurusan Publisistik Fisipol UGM. Pengalaman kerja di bidang jurnalisme dimulai dari editor majalah Penabur, Ketua Editor majalah bulanan Intisari, Ketua Editor harian Kompas, Pemimpin Umum/Redaksi Kompas, dan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia. Sejumlah karya tulis Jacob Oetama, antara lain, Kedudukan dan Fungsi Pers dalam Sistem Demokrasi Terpimpin, yang merupakan skripsi di Fisipol UGM tahun 1962, Dunia Usaha dan Etika Bisnis (Penerbit Buku Kompas, 2001), serta Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan (Penerbit Buku Kompas, 2002). Jacob juga berkiprah dalam berbagai organisasi dalam maupun luar negeri. Beberapa diantaranya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Anggota DPR Utusan Golongan Pers, Pendiri dan Anggota Dewan Kantor Berita Nasional Indonesia, Anggota Dewan Penasihat PWI, Anggota Dewan Federation Internationale Des Editeurs De Journaux (FIEJ), Anggota Asosiasi International Alumni Pusat Timur Barat Honolulu, Hawai, Amerika Serikat, dan Ketua Bidang Organisasi dan Manajemen Serikat Penerbit Surat Kabar.