HARI DHARMAWAN LEGENDA BISNIS “MATAHARI”
Saya menyebut Hari Dharmawan sebagai ''The Legend''. Saya kira ia pantas disebut seperti itu karena prestasi bisnisnya selama 40 tahun lebih. Ukuran yang sederhana bisa kita pakai untuk melihat suksesnya adalah semua orang mengenal Matahari sebagai jaringan ritel raksasa di Indonesia. Kata matahari bukan saja diasosiasikan sebagai sumber cahaya dan energi, tetapi juga sebuah ritel yang ada di mana-mana. Kini, sang legenda sudah 62 tahun, tetapi geloranya dalam menyampaikan gagasannya masih seperti orang yang muda. Saya kira, semangat bisnisnya juga masih menggelora seperti bicaranya.
Saya melihat Hari Dharmawan seperti seorang yang tidak pernah kering energinya. Hal seperti inilah saya kira yang membuatnya sukses, di samping kecerdasan, kerja keras, dan merintis usaha ini dari kecil sekali.
Gelora itu tampak pada karyanya yang terakhir. Ia mendirikan ritel yang sangat unik, Value Dollar dan Rumah Matahari. Value Dollar unik disebut unik karena mereka menjual seluruh barangnya dengan satu harga Rp 5.000 per unit. Kesan kuat dengan konsep ini adalah barang yang ditawarkan di toko ini murah sekali, cuma Rp 5.000. Konsep serba Rp 5.000 mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi yang melihat toko Value Dollar dari jauh, atau memunculkan rasa ingin tahu yang besar untuk masuk.
Setelah itu, karena harganya yang Rp 5.000 membuat orang tidak berpikir panjang untuk membeli sesuatu. Sebab, uang Rp 5.000 saat ini bukan sebuah bilangan besar, tidak perlu rencana yang panjang membelanjakan Rp 5.000. Jadi, orang seperti terjebak untuk membeli karena harganya yang dikesankan sangat murah tersebut.
Rumah Matahari juga mempunyai konsep yang kuat, dan harga yang juga murah. Rumah Matahari, secara sekilas seperti ritel Matahari, juga sama-sama tidak menjual sayur. Tapi di sini menjual binatang peliharaan, furniture, perkakas, dan sebagainya.
Menurut saya, ada tiga hal menarik yang bisa dipetik dari pengalaman Hari Dharmawan. Pertama, ia menyebut bisnis sebagai seuatu yang memberikan manfaat besar bagi semua orang. Bukan untuk memperkaya diri sendiri. Kesimpulan ini saya kira sangat unik dan juga sangat mulia. Prinsip ini saya kira tidak banyak yang menganutnya dan perlu disebarluaskan. Sebab selama ini, ada kesan kuat yang berkembang di mana-mana bahwa bisnis adalah cara yang tepat untuk mengeduk untung sebesar-besarnya. Tetapi, bagi Hari itu saja tidak cukup. Bisnis tersebut harus memberikan kesejahteraan bagi bangsa.
Karena alasan seperti itu, Hari tidak melakukan bisnis judi. Dengan perspektif seperti ini, kita bisa melihat semua bisnis ritel yang dikembangkan Hari. Lebih jauh bisa dikatakan bahwa bisnis harus dijalankan dengan memberikan benefit yang besar bagi konsumen dan masyarakat luas, bukan keuntungan yang besar saja bagi pengusahanya. Jika konsumen merasakan benefit yang besar dari transaksi yang dilakukannya, berapa pun harga barang yang ditawarkan akan terasa wajar terdengar. Sebab, dengan cara seperti ini, konsumen merasa bukan hanya membeli barang, tetapi juga membayar untuk mendapatkan benefit yang kadang-kadang tidak bisa diukur dengan uang. Benefit bagi masyarakat luas bisa diartikan bahwa bisnis tersebut menyerap tenaga kerja yang banyak.
Kedua, bisnis harus dijalankan secara bisnis kendati terhadap keluarga sendiri. Hal ini terlihat sejak Hari berusia 18 tahun ketika baru mendirikan toko pertamanya yang bernama Mickey Mouse di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Ketika itu, ia baru saja menikah dan diberi tempat oleh mertuanya untuk usaha. Hal yang sangat berarti telah ditanamkan oleh ayah dari istrinya bagaimana memandang bisnis. Pertama, bisnis tersebut harus dimulai dari kecil, dan kedua, segala perhitungan dengan ayahnya berlangsung seperti bisnis pada umumnya.
Ajaran yang sederhana tetapi membuat Hari terpacu. Ketika itu, ia hanya diberi sebidang tempat, dan dalam beberapa bulan tempat itu harus dilunasinya. Jadi, bukan fasilitas gratis seperti sering kita dilakukan oleh sebagian orang lain sampai saat ini. Dengan begitu, ia bekerja keras untuk mengembalikan pinjamannya kepada ayahnya. Dan uniknya, Hari harus membangun bisnis di kawasan yang sebenarnya tidak begitu ramah ketika itu karena banyak gangster-nya. Jadi, kendati kepada anak atau kepada ayah sendiri, hubungan bisnis dilakukan secara bisnis. Tentu saja hubungan keluarga harus tetap berlangsung secara keluarga, kendati Hari tidak menceritakannya. Ketiga, Hari memulai bisnisnya dari kecil, dan kemudian berkembang menjadi raksasa seperti sekarang. Bisnis yang kecil pada awalnya adalah sesuai dengan kemampuannya, dari sini ia belajar membesarkan bisnis.
Pengetahuan dan kemampuannya mengelola bisnis tumbuh bersama bisnisnya sehingga ia tetap bisa mengendalikan bisnis tersebut setelah menjadi raksasa beberapa puluh tahun kemudian. Dengan kata lain, seperti sering yang sering saya sebut sebagai konsep tumbuh dari bawah.
Mengendalikan bisnis yang besar sangat berbeda dengan mengelola usaha yang masih kecil. Karena itu, jika bisnis yang ditekuni "lebih besar" dari kemampuan pengelolanya, bisa dipastikan bisnis tersebut akan hancur. Ini yang sering disebut orang sebagai pengalaman. Coba bayangkan, seorang yang belum pernah bisnis dan tanpa sekolah bisnis pula, lalu diserahkan mengelola Matahari yang sudah raksasa itu?
*Artikel ini pernah dimuat di harian sore SUARA PEMBARUAN tanggal 15 Agustus 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar